Stroke merupakan masalah utama kesehatan baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Stroke menjadi penyebab kematian kedua terbanyak dan
penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Beberapa faktor penyebab stroke antara
lain usia, tekanan darah, diabetes mellitus, merokok dan penyakit
kardiovaskular (Zeevi, N., et.al., 2007).
Penderita stroke mengalami penurunan secara fisik maupun psikologis,
seperti keterbatasan dalam bergerak, berkomunikasi, dan berpikir (Hasan &
Rufaidah, 2013). Hal ini disebabkan oleh hemiplegia atau kelumpuhan yang
membuat penderita tidak bisa menggerakan anggota tubuh yang terkena stroke,
serta mengalami penurunan kemampuan untuk mengkoordinasikan gerakan tubuh.
Selain itu sebagian penderita stroke mengalami afasia atau kesulitan dalam
memproses atau memproduksi bahasa, sehingga mengalami hambatan dalam berbahasa.
Segala keterbatasan yang dialami oleh penderita stroke menyebabkan munculnya
respon psikologis seperti kurangnya penerimaan diri, depresi, serta kecemasan
(Sumbogo, Sulisno, & Darwati, 2015).
Dampak dari stroke tidak hanya dialami oleh individu itu sendiri namun
juga dialami oleh keluarga yang merawatnya (family caregiver) (Ostwald
SK, Godwin KM, Cron SG; 2009). Caregiver merupakan
orang-orang yang membantu aktivitas sehari-hari individu yang membutuhkan
bantuan perawatan seperti orang sakit maupun anak-anak. Caregiver bisa mencakup
keluarga, orang-orang terdekat yang membantu penderita sakit dalam menjalankan
aktivitas sehari-harinya (APA, 2015).
Hal yang dapat dirasakan oleh caregiver
diantaranya merasa terbebani dengan pemberian perawatan jangka panjang. Namun dukungan
dari keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien karena memiliki pengaruh positif
terhadap perawatan dan kesehatan pasien. Dukungan sosial dapat membantu pasien
untuk mengatasi stress yang berhubungan dengan penyakit dan pengobatannya
(Kane, C. F, 2003).
Keluarga yang berperan sebagai caregiver hendaknya mampu
menjaga keseimbangan fungsi perannya dan beradaptasi terhadap perubahan peran. Adaptasi
yang perlu dilakukan oleh keluarga sebagai caregiver hendaknya secara
menyeluruh (holistic) dilakukan meliputi adaptasi biologis, adaptasi
psikologis, adaptasi sosial dan adaptasi spiritual (Lutfah, 2018).
Individu yang mengalami stroke membutuhkan perawatan mandiri yang
cukup lama, dimana rata-rata family caregiver merawat pasien stroke 5-9
jam per hari. Hal ini menyebabkan caregiver
kelelahan secara fisik, mengalami gangguan tidur karena sering terbangun disaat
pasien membutuhkan bantuan, dan merasa pusing karena mengalami gangguan pola
tidur. Ketergantungan lansia pada caregiver mengakibatkan bertambahnya tugas
dan rutinitas yang harus dilakukan sehingga memicu respon fisik kelelahan. Dari
hal tersebut, caregiver perlu
memperhatikan kondisi diri dengan konsumsi nutrisi yang baik, tidur yang cukup,
dan menjaga pola hidup yang sehat.
“capek mbak, bapak kan kalau malam sering bangun, tidurnya nggak
nyenyak, jadi saya juga ikut bangun, kadang tensi juga jadi naik, tadi pagi
ditensi malah lebih tinggi punya saya daripada tensinya bapak... nek gitu ya
paling makan makanan yang buat nurunin tensi, masak yang enggak aneh-aneh, kan
bapak nggak boleh makan yang asin, gorengan, harus dijaga makannya, jadi ya
sekalian buat saya juga jaga-jaga biar nggak ikut sakit.” Cerita dari caregiver Ny. S (45 th), salah satu
caregiver yang suaminya menjalani program rehabilitasi/terapi di RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang.
Bukan suatu hal yang mudah dalam menjadi caregiver, selain kelelahan
secara fisik atau biologis, kelelahan secara psikologis juga sering dirasakan.
Beberapa caregiver mengalami kecemasan dan depresi dalam merawat
penderita stroke pada 12 bulan pertama pasca stroke, beban ini tidak hanya
berkaitan dengan melaksanakan tugas (misalnya memberi bantuan fisik) dan
lamanya waktu perawatan dimana rata-rata family caregiver merawat pasien
stroke 5-9 jam per hari, tapi juga berkaitan dengan menjaga perasaan, sikap dan
persepsi pasien terhadap perawatan yang diberikan. Caregiver hendaknya
meningkatkan pemahaman dan persepsinya bahwa merawat pasien pasca stroke
membutuhkan waktu yang lama, sehingga mampu beradaptasi psikologis secara
positif dengan menerima hal tersebut. Selain itu, caregiver perlu menyisihkan sebagian waktunya untuk istirahat
secara psikologis dengan cara seperti tetap melakukan kegiatan yang menjadi
hobi sehingga kelelahan psikologi dapat diminimalisir.
“kalau sekarang dibuat santai aja. Ini kan bapak itu stroke yang
kedua, jadi udah paham. Kalau dulu awal ya pusing, stres juga, tapi ya
dijalani. Saya mikirnya nek saya stres nanti bapak akan ngerasa lebih stres.”
Cerita dari caregiver Ny. T (62 th),
salah satu caregiver yang suaminya menjalani program rehabilitasi/terapi di RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Adaptasi sosial yang dialami caregiver berupa perubahan peran
di dalam keluarga dan di masyarakat. Perubahan peran di dalam keluarga
berkaitan dengan peran mencari nafkah dan pengambilan keputusan. Caregiver harus
membagi waktu untuk bekerja dan merawat pasien stroke, hal ini berdampak kepada
turunnya pendapatan bahkan sampai kehilangan pekerjaan.
“sekarang ya saya yang kerja, kalau terapi kan biasanya siang, kalau
pagi saya kerja dulu jadi siangnya baru bisa antar terapi.” Cerita dari
caregiver Ny. A (54 th), salah satu caregiver yang suaminya menjalani program
rehabilitasi/terapi di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Respon spiritual pada caregiver sering diwujudkan dalam berdoa.
“ya usaha, ya doa, semuanya. Ini kan bapak pengennya bisa jalan
sebelum bulan puasa, jadi bisa jalan ke masjid ikut sholat jamaah. Ya saya
semangati, dirumah saya bantu latihan sama anak, doa terus juga.” Cerita dari caregiver Ny. S (45 th), salah satu
caregiver yang suaminya menjalani program rehabilitasi/terapi di RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang.
Oleh :
Dian Putri Retnosari, A.Md. OT
Referensi :
Luthfa, I. (2018).
Peran keluarga merawat lansia pasca stroke. Proceeding Unissula Nursing
Conference. Semarang: Unissula Press.
Sitorus, R., &
Herawati, T. (2013). Komunikasi dan depresi pasien afasia motorik. Jurnal
Keperawatan Padjajaran, 1, 131–143.
Sumbogo, A.,
Sulisno, M., & Darwati, L.E. (2015). Gambaran respons psikologis penderita
stroke. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 5(1), 29-37.
Ostwald SK, Godwin KM, Cron SG. (2009). Predictors of life satisfaction in stroke survivors and spousal caregivers twelve to twenty-four months post discharge from inpatient rehabilitation. Rehabil Nurs, 34(4):160–174.
Zeevi, N., Chhabra, J., Silverman, I., Lee, N., & McCullough, L. (2007). Acute stroke management in the elderly. Cerebrovascular Diseases (Basel, Switzerland), 23(4), 304-308.
Ketentuan Umum Pendaftaran Online