Soerojo Hospital Soerojo Hospital Soerojo Hospital

Mulai Lembaran Baru, Seluruh Pegawai RSJS Saling Bermaafan

Oleh Admin Soerojo Hospital
Diposting di Berita Juli 27, 2016


MAGELANG – Seluruh pegawai Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dari berbagai profesi dan jabatan memenuhi halaman gedung administrasi untuk saling berjabat tangan dan bermaaf – maafan satu sama lain dalam acara halal bi halal. Acara yang diadakan pada Selasa (26/7) pukul 9.30 hingga 12.00 ini diawali dengan pembukaan oleh panitia dilanjutkan dengan gelar puisi dan musik oleh Instalasi Rehabilitasi Psikososial sebelum ceramah oleh K.H. Yusuf Chudhori yang merupakan pengasuh pondok pesantren API Tegalrejo Magelang.
Dalam ceramahnya, Gus Yusuf ( panggilan akrabnya ) menyampaikan bahwa halal bi halal adalah tradisi yang ada di Indonesia, namun meski hanya tradisi tapi halal bi halal mempunyai banyak manfaat. “Di negara Arab Saudi tidak ada tradisi seperti ini, hanya di Indonesia yang mempunyai tradisi halal bi halal” imbuhnya. Ia mengungkapkan tentang asal – usul halal bihalal, bahwa penggagas istilah halal bi halal ini adalah KH. Wahab Chasbullah yang merupakan pendiri NU. Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII, PKI Madiun, dan sebagainya.


Gus Yusuf menceritakan, pada tahun 1948, yaitu dipertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno bertemu KH. Wahab Chasbullah, untuk dimintai pendapat dan sarannya guna mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kemudian Kyai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahmi, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi. Namun Bung Karno beranggapan bahwa silaturrahmi itu biasa, kemudian Kyai Wahab mengusulkan  istilah halal bi halal karena Kyai Wahab beranggapan, para elit politik waktu itu tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan dan saling menyalahkan itu dosa, sedangkan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan.
Dari saran Kyai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kyai Wahab menggerakkan warga dari bawah.
“Istilah halal bi halal ini dicetuskan oleh Kyai Wahab Chasbullah dengan analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Atau dengan analisis kedua (halâl “yujza’u” bi halâl) adalah pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan” jelasnya.


Tema halal bihalal pada syawal 1437 H kali ini adalah Membangun spiritualitas di tempat kerja, berbenah menjadi insan pemaaf. Pada pembukaan acara ini ketua panitia menyampaikan alasan pemilihan tema tersebut karena melihat berbagai penelitian tentang produktifitas kerja mengindikasikan bahwa dalam proses bekerja diperlukan kemampuan individu untuk dapat memaknai pekerjaannya, sehingga individu tersebut menjadi berbahagia, sehat hidupnya dan pada akhirnya tidak hanya menjadi produktif, tetapi juga dapat melahirkan berbagai ide yang inovatif. Untuk membuat orang-orang didalam organisasi dapat memahami makna dari pekerjaannya itu, lahirlah disiplin baru yang disebut dengan spiritualitas di tempat kerja (workplace spirituality), bagian khusus dari budaya organisasi (organizational culture).
“Organisasi akan sangat memiliki keuntungan yang besar jika mampu mengembangkan spiritualitas di tempat kerjanya, namun demikian untuk menumbuhkan spiritualitas di tempat kerja tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, banyak tantangan dalam mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jika ini berhasil dilakukan maka faktor kunci tumbuhnya spiritualitas di tempat kerja dapat tercapai dan disinilah letak value bagi organisasi, tidak terkecuali lembaga rumah sakit” tambahnya.
Setelah mendapatkan siraman rohani dan motivasi yang begitu menyentuh dari kyai yang juga dikenal sebagai motivator dan enterpreneur nasional ini, acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan pengelolaan emosi. Seluruh civitas hospitalia RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang saling berjabat tangan untuk saling memaafkan satu sama lain, membangun kembali motivasi untuk bersama – sama bekerja secara produktif, inovatif dan bahagia.
Acara yang dihadiri sekitar 1000 orang pegawai RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang ini diselenggarakan oleh PPAI ( Pengurus Pembinaan Agama Islam ) Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang sebagai organisasi yang membidangi kegiatan keagamaan Agama Islam.  Setelah mengikuti kegiatan ini diharapan seluruh civitas hospitalia RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang mampu menemukan kebahagiaan spiritual sehingga memandang pekerjaan bukan beban melainkan sebuah pengabdian dan panggilan jiwa (vocation/calling).

Bagikan Postingan ini

    Tinggalkan Kami Pesan


Copyright © 2021 Soerojo Hospital. All Rights Reserved.