MAGELANG – Seluruh pegawai Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dari
berbagai profesi dan jabatan memenuhi halaman gedung administrasi untuk saling
berjabat tangan dan bermaaf – maafan satu sama lain dalam acara halal bi halal.
Acara yang diadakan pada Selasa (26/7) pukul 9.30 hingga 12.00 ini diawali
dengan pembukaan oleh panitia dilanjutkan dengan gelar puisi dan musik oleh
Instalasi Rehabilitasi Psikososial sebelum ceramah oleh K.H. Yusuf Chudhori
yang merupakan pengasuh pondok pesantren API Tegalrejo Magelang.
Dalam ceramahnya, Gus Yusuf ( panggilan akrabnya ) menyampaikan bahwa halal bi
halal adalah tradisi yang ada di Indonesia, namun meski hanya tradisi tapi
halal bi halal mempunyai banyak manfaat. “Di negara Arab Saudi tidak ada
tradisi seperti ini, hanya di Indonesia yang mempunyai tradisi halal bi halal”
imbuhnya. Ia mengungkapkan tentang asal – usul halal bihalal, bahwa penggagas
istilah halal bi halal ini adalah KH. Wahab Chasbullah yang merupakan pendiri
NU. Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala
disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam
satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII,
PKI Madiun, dan sebagainya.
Gus
Yusuf menceritakan, pada tahun 1948, yaitu dipertengahan bulan Ramadhan, Bung
Karno bertemu KH. Wahab Chasbullah, untuk dimintai pendapat dan sarannya guna
mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kemudian Kyai Wahab
memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahmi, sebab
sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan
bersilaturrahmi. Namun Bung Karno beranggapan bahwa silaturrahmi itu biasa,
kemudian Kyai Wahab mengusulkan istilah halal bi halal karena Kyai Wahab
beranggapan, para elit politik waktu itu tidak mau bersatu, itu karena mereka
saling menyalahkan dan saling menyalahkan itu dosa, sedangkan dosa itu haram.
Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk
dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan.
Dari saran Kyai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri
saat itu, mengundang semua tokoh politik datang ke Istana Negara untuk
menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka
bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan
persatuan bangsa. Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang
merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian
diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di
Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi
pemerintah, sementara Kyai Wahab menggerakkan warga dari bawah.
“Istilah halal bi halal ini dicetuskan oleh Kyai Wahab Chasbullah dengan
analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah mencari penyelesaian
masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan.
Atau dengan analisis kedua (halâl “yujza’u” bi halâl) adalah pembebasan
kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling
memaafkan” jelasnya.
Tema
halal bihalal pada syawal 1437 H kali ini adalah Membangun spiritualitas di
tempat kerja, berbenah menjadi insan pemaaf. Pada pembukaan acara ini ketua
panitia menyampaikan alasan pemilihan tema tersebut karena melihat berbagai
penelitian tentang produktifitas kerja mengindikasikan bahwa dalam proses
bekerja diperlukan kemampuan individu untuk dapat memaknai pekerjaannya,
sehingga individu tersebut menjadi berbahagia, sehat hidupnya dan pada akhirnya
tidak hanya menjadi produktif, tetapi juga dapat melahirkan berbagai ide yang
inovatif. Untuk membuat orang-orang didalam organisasi dapat memahami makna
dari pekerjaannya itu, lahirlah disiplin baru yang disebut dengan spiritualitas
di tempat kerja (workplace spirituality), bagian khusus dari budaya
organisasi (organizational culture).
“Organisasi akan sangat memiliki keuntungan yang besar jika mampu mengembangkan
spiritualitas di tempat kerjanya, namun demikian untuk menumbuhkan
spiritualitas di tempat kerja tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, banyak
tantangan dalam mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Jika ini berhasil dilakukan maka faktor kunci tumbuhnya
spiritualitas di tempat kerja dapat tercapai dan disinilah letak value bagi
organisasi, tidak terkecuali lembaga rumah sakit” tambahnya.
Setelah mendapatkan siraman rohani dan motivasi yang begitu menyentuh dari kyai
yang juga dikenal sebagai motivator dan enterpreneur nasional ini, acara
dilanjutkan dengan ramah tamah dan pengelolaan emosi. Seluruh civitas
hospitalia RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang saling berjabat tangan untuk saling
memaafkan satu sama lain, membangun kembali motivasi untuk bersama – sama
bekerja secara produktif, inovatif dan bahagia.
Acara yang dihadiri sekitar 1000 orang pegawai RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
ini diselenggarakan oleh PPAI ( Pengurus Pembinaan Agama Islam ) Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang sebagai organisasi yang membidangi kegiatan
keagamaan Agama Islam. Setelah mengikuti kegiatan ini diharapan seluruh
civitas hospitalia RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang mampu menemukan kebahagiaan
spiritual sehingga memandang pekerjaan bukan beban melainkan sebuah pengabdian
dan panggilan jiwa (vocation/calling).
Ketentuan Umum Pendaftaran Online