Pasien yang manipulatif mampu mengontrol perilaku orang lain dan memprediksi reaksi orang lain terhadap perbuatan mereka. Kadang perilaku manipulatif ini hanyalah tingkah menyebalkan yang pasien lakukan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Perilaku ini akan membuat pasien sering berdebat dengan perawat dan pasien lain, terus mengeluh tentang semua hal yang menyangkut peraturan dan tanggung jawab yang harus pasien lakukan. Pasien cenderung terus menerus mengalihkan perhatian perawat dari kenyataan dengan pertanyaan mengapa. Pasien akan menganggap orang lain, termasuk perawat dengan berbagai alasan mengapa mereka tidak perlu, tidak harus dan tidak bisa melakukan sesuatu. Atau pasien beralasan mengapa suatu peraturan sangat bodoh, tidak adil dan atau tidak penting.
Perilaku manipulatif yang dilakukan pasien seringkali menimbulkan perasaan marah, takut, rasa bersalah , malu dan kecewa yang kuat pada staf atau perawat. Perawat atau staf yang diintimidasi, diancam, dibohongi padahal dengan tulus ingin membantu, bercerita palsu, atau dikalahkan oleh pasien. Jika manipulatif terjadi dan staf atau perawat lain mendengarnya, mungkin akan menimbulkan penghinaan dan jadi bahan pembicaraan bagi rekan kerja. Sikap yang paling sering ditunjukkan perawat dengan perilaku manipulatif pasien adalah marah dan menyalahkan pasien serta menolaknya/ menghindarinya. Sikap perawat atau staf ini tentu tidak akan bisa mengatasi perilaku pasien, bahkan akan semakin menjadi-jadi. Jika perilaku manipulatif mengarah pada penolakan pasien oleh staf, maka ini merupakan suatu kegagalan dalam upaya terapeutik. Oleh karena itu staf atau perawat harus dapat memahami karakteristik pasien dan dapat memodifikasi dimensi karakteristik pasien tersebut sehingga tidak dimanipulasi pihak pasien.
Manipulasi merujuk pada usaha untuk memengaruhi perilaku atau tindakan orang lain secara tidak langsung. Sebagai manusia, penilaian kita biasanya dipengaruhi oleh emosi, sehingga kita sulit melihat realitas di balik agenda atau motif tersembunyi dalam perilaku yang berbeda. Aspek mengendalikan yang dikaitkan dengan manipulasi kadang sangat halus dan luput dari perhatian, tersembunyi di balik perasaan tanggung jawab, cinta, atau kebiasaan. Perawat dapat mengenali tanda-tandanya supaya tidak menjadi korban. sangat penting bagi perawat untuk mengenali perilaku manipulatif ini dengan baik sehingga bisa di antisipasi teknik menghadapinya.
Perhatikan pasien yang manipulatif
a. Perhatikan apakah pasien selalu ingin perawat yang bicara lebih dahulu. Orang manipulatif ingin mendengar apa yang perawat katakan sehingga dia dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat. Dia akan mengajukan pertanyaan menyelidik sehingga perawat akan membicarakan tentang pendapat dan perasaan pribadi. Pertanyaan ini biasanya dimulai dengan “apa”, “mengapa”, atau “bagaimana”. Respons dan tindakannya biasanya didasarkan pada informasi yang dikerjakan atau diberikan. Namun, sikap yang mendorong perawat untuk bicara lebih dahulu tidak lantas dianggap manipulasi. Pertimbangkan juga hal-hal lain yang dia lakukan: Orang manipulatif tidak banyak mengungkapkan informasi pribadi selama percakapan, dia akan lebih berfokus pada perawat. Jika perilakunya yang seperti itu terjadi hampir di semua percakapan, mungkin itu adalah tanda manipulasi. Walaupun pertanyaan yang dia ajukan tampak seperti ketertarikan tulus, harap diingat bahwa mungkin ada agenda tersembunyi di baliknya.
b. Perhatikan apakah pasien menggunakan pesonanya untuk mencapai segala sesuatu. Sebagian pasien memang sudah pada dasarnya memesona, tetapi manipulator menggunakan pesonanya untuk mendapatkan sesuatu. Mungkin dia memuji perawat sebelum mengajukan permintaan. Mungkin dia memberi hadiah kecil atau kartu ucapan sebelum meminta sesuatu atau mengatakan bahwa dia akan melakukan sesuatu yang menyenangkan agar orang lain mengerjakan sesuatu untuknya Misalnya, ada orang yang memasakkan makan malam lezat dan bersikap sangat manis sebelum meminta uang atau bantuan dalam mengerjakan proyek. Waspadai perilaku memaksa. Manipulator akan mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu dengan paksaan atau ancaman. Mungkin dia akan meneriaki, mengkritik, atau mengancam agar orang lain melakukan sesuatu untuknya. Dia bisa mulai dengan mengatakan, “Kalau kamu tidak melakukannya, aku akan ___” atau “Aku tidak akan ___, sampai kamu___”. Taktik ini mungkin tidak hanya digunakan untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu, tetapi juga untuk menghentikan orang tersebut melakukan tindakan tertentu
c. Ketahui caranya menangani fakta. Jika seseorang memanipulasi fakta atau mencoba membanjiri perawat dengan fakta dan informasi, bisa saja dia sedang berusaha memanipulasi perawat. Fakta dapat dimanipulasi dengan berbohong, berkilah, menahan informasi, atau melebih-lebihkan. Manipulator bisa saja bersikap seperti ahli pada subjek tertentu dan membombardir perawat dengan fakta dan statistik. Dia melakukan itu agar merasa lebih unggul dari perawat.
d. Perhatikan apakah dia selalu bermain sebagai martir atau korban. Mungkin dia melakukan apa yang tidak perawat minta, kemudian menggunakannya untuk memanfaatkan perawat. Dengan "memberi bantuan", dia beranggapan Anda harus membalas kebaikannya dan akan mengeluh jika perawat tidak mau. Seorang manipulator mungkin akan mengeluh dan mengatakan, “Aku merasa sangat diabaikan/tersakiti/dizalimi, dsb.” dalam upaya memperoleh simpati dan membuat Anda melakukan sesuatu untuknya.
e. Pertimbangkan apakah kebaikannya bersyarat. Mungkin dia bersikap manis dan baik jika perawat mengerjakan sesuatu dengan cukup baik, tetapi akan mengamuk jika perawat melakukan kesalahan. Manipulator jenis ini tampaknya bermuka dua, sisi yang satu seperti malaikat ketika ingin disukai dan satunya lagi menyeramkan bila ingin ditakuti. Semua tampak baik-baik saja sampai perawat mengecewakan harapannya. Perawat seperti berjalan di ujung tanduk, takut membuat dia marah.
f. Amati pola tingkah lakunya. Semua orang pernah melakukan sesuatu yang manipulatif, paling tidak sekali. Akan tetapi, orang yang memang manipulator melakukannya sepanjang waktu. Manipulator memiliki agenda pribadi dan sengaja mengeksploitasi orang lain untuk memperoleh kekuasaan, kendali, dan keuntungan dengan mengorbankan orang tersebut. Jika perilaku seperti ini terjadi secara reguler, dia mungkin seorang manipulator.
Bila Anda dimanipulasi, hak atau minat Anda biasanya dikorbankan dan tidak dianggap penting oleh si manipulator. Ketahui bahwa perilaku manipulatif mungkin dipengaruhi oleh gangguan atau penyakit mental. Misalnya, orang yang sedang depresi mungkin kehilangan kendali tanpa maksud manipulatif, dan orang dengan gangguan hiperaktivitas dan pemusatan perhatian (ADHD) mungkin kesulitan mengecek suratnya setiap hari. Ini tidak menjadikan mereka orang yang manipulatif.
Salah satu hal yang harus dilakukan staf atau perawat adalah berusaha memahami tentang manipulasi untuk memahami motivasi yang terlibat dan dinamika emosional yang terjadi dan dirasakan oleh pasien. Implementasi Safewards dan WHO-QR memungkinkan staf atau perawat mempunyai pemahaman yang lebih tentang karakteristik perilaku manipulatif pasien dan upaya memodifikasi perilaku tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik dan penahanan (containment) yang dilakukan perawat.
1) Manipulasi sebagai sebuah perilaku nomal
Perilaku manipulasi pasien dapat dilihat sebagai respons normal terhadap penahanan (containment) misalnya seklusi, restrain, penggunaan satpam. Hal ini sebagai upaya untuk bertahan dari sesuatu yang tidak bersahabat dan mengancam harga diri dan integritas pasien. Perilaku agresif pasien dapat muncul akibat manipulatif ini walaupun respon emosional ini pada awalnya adalah normal. Respons emosional yang awalnya normal akibat proses penahanan (containment) yang bertentangan dengan keinginan pasien dapat menimbulkan respon marah, menganggap yang melakukan penahanan adalah musuh. Pasien dapat mengekploitasi staf atau perawat, merusak, menipu (menyampaikan ingin BAK dan BAB untuk supaya restrain mekanik dilepas, mengatakan ingin BAK supaya dikeluarkan dari ruang seklusi), mengkondisikan, mengertak atau memanfaatkan staf dengan cara apapun.
Manipulasi dapat dilakukan pasien untuk mendapatkan status diakui dan dihormati. Kadang pasien tidak tertarik pengakuan atau rasa hormat yang ditunjukkan staf atau perawat terutama jika perawat menganggap staf sebagai musuh. Sudut pandang staf bahwa pasien mengalami ganggun jiwa dan sakit jiwa, akan membuat pasien menganggap staf sebagai musuh jika dipaksakan untuk disampaikan. Tetapi hal kecil yang dilakukan staf, menawarkan minum, bantuan mandi, makan dan mendengarkan keluh kesah pasien justru akan membuat pasien merasa diakui dan dihormati. Implementasi Safewards dan WHO-QR dapat melakukan modifikasi tim staf untuk menyeragamkan tehnik dan strategi untuk menghadapi perilaku manipulatif pasien sehingga respon normal saat dilakukan penahanan tidak berubah menjadi perilaku maladaptif. Staf atau perawat dapat menampilkan kekuatan, keberanian, percaya diri, keterampilan dan pengambilan risiko dalam menurunkan perilaku manipulatif pasien khususnya pada saat berkomunikasi dengan pasien.
Manipulasi yang dilakukan pasien juga bisa dianggap sebagai jenis perlawanan dan pemberontakan. Strategi manipulatif pasien muncul karena adanya kebebasan pasien yang terampas. Tindakan injeksi, restrain, seklusi, pembatasan ruang gerak pasien dapat memicu terjadinya perilaku manipulatif. Setiap ada perilaku manipulatif yang dilakukan pasien, harus ada upaya perawat untuk mengalah untuk menang, berkompromi, perluasan aturan, menghindari barang terlarang di ruangan atau menghindari kebutuhan sumber daya tambahan. Modifikasi kerangka aturan yang ada di rumah sakit akan dapat mengurangi perilaku manipulasi pasien serta mengurangi persepsi pasien bahwa perawat atau staf sebagai musuh. Berhadapan dengan pasien yang cenderung manipulatif membutuhkan kemampuan staf dalam melakukan investigasi atau pengkajian terkait keluhan pasien, persepsi pasien terhadap tindakan penahanan yang dilakukan, keterampilan pasien dalam menenangkan dirinya.
Staf atau perawat perlu melakukan upaya untuk menggali kemampuan pasien ketika mengalami ketegangan dan agitasi yang dirasakan dan memfasilitasi untuk mengurangnya. Perilaku manipulatif dapat terjadi karena adanya pandangan yang salah tentang yang disampaikan dan dilakukan perawat. Pasien dapat menganggapkannya sebagai ancaman, kondisi ini yang akan memicu ketidakpastian dan ketidakjelasan yang menimbulkan ketegangan dan agitasi. Pemanfaatan diri pasien untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi pasien melalui Calm Down Methods dapat membantu meningkatkan harga diri sehingga dapat mencegah perilaku manipulatif. Perawat perlu mendengarkan keluh kesah pasien untuk mengeluarkan amarah dari dadanya, menghargai pasien untuk memilih menyendiri untuk sementara, perawat dapat menemukan apa yang dipikirkan pasien melalui isi keluhan kemudian mencatatnya. Perawat bersama pasien dapat membangun kemitraan dalam membantu mengurangi perilaku manipulatifnya. Implementasi Safewards dan WHO-QR melalui tindakan Talk Down dan Reassurance memungkinkan pasien merasa dihargai dan dipedulikan sehingga manipulatif pasien dapat dicegah.
2) Manipulatif sebagai perilaku yang dimotivasi secara tidak sadar
Perawat perlu mengidentifikasi proyektif dan memahami motivasi pasien melakukan perilaku manipulasi yang agresif untuk mengendalikan pasien. Identifikasi proyektif merupakan mekanisme pertahanan bawah sadar dimana aspek-aspek diri yang tidak diakui dan dianggap sebagai kualitas diri orang lain. Pasien menganggap bahwa apa yang dilakukan tersebut bukan karena kehendaknya tapi karena orang lain yang masuk ke dalam dirinya dan mengendalikannya. Walaupun beberapa pasien memang mengakui motivasi perilaku manipulatif tersebut berasal dari kualitas dirinya karena sebagai bentuk ancaman harga diri atau tidak diakui. Kadang pasien menganggap perawat bersikap bermusuhan terhadap dirinya dan kasar pada pasien, padahal yang mempunyai sikap bermusuhan justru pasien sendiri. Pasien memproyeksikan kemarahan dan keinginan untuk menyakit adalah miliknya perawat bukan miliknya. Dalam kondisi seperti ini perawat dapat menghadapi pasien dengan santai, hangat dan bersahabat. Perawat juga dapat meninjukkan sikap lunak dan tidak terprovokasi oleh pasien.
Perawat harus memahami adanya perilaku proyeksi pasien yang diberikan/ dialihkan pada pasien adalah gambaran internalisasi dari figur orang tua yang bermusuhan, menghukum, dan kasar. Pasien dapat mengidentifikasinya di ruang perawatan dan mengalihkan dan memproyeksikannya kepada perawat atau staf. Pengalaman pasien terkait permusuhan dan kemarahan akibat proses bullying, merusak, mengkondisikan, memanfaatkan, menipu dan memecah belah dengan orang lain dapat diproyeksikan pada diri perawat. Oleh karena itu kewaspadaan perawat harus dikembangkan dan dilatih akan hal ini. Menghadapi pasien secara bijak akan sangat membantu perilaku manipulatif ini menjadi agresif yang tidak bisa dikendalikan.
Cara alternatif untuk memahami manipulasi adalah melihatnya sebagai hasil dari hubungan awal patologis yang menghasilkan pengalaman pasien sebelumnya. Pasien dapat saja menghadapinya secara berlebihan dan menjadi rendah diri, sehingga lebih banyak membutuhkan rasa akan cinta, dikagumi, diakui dan dihormati. Kehadiran perawat disamping pasien akan memberikan dukungan psikologis bagi pasien. Implementasi safewards dan WHO-QR memungkinkan mengurangi dampak dari perilaku manipulasi ini melalui tindakan Soft Words dan Positive Words. Pasien sangat berharap hadirnya sosok perawat yang bisa bersikap lunak, hangat dan peduli yang dapat memberikan cinta dan kasih sayang yang cukup yang tidak merendahkan pasien. Pasien akan mendapatkan kepercayaan diri dalam menggali mengapa perilaku manipulasi itu terjadi dan mampu belajar cara mengatasi masalah dengan pasien dan selalu mendapatkan umpan balik positif melalui kegiatan Mutual Help Meeting. Kehadiran perawat seperti yang diharapkan pasien, memungkinkan pasien merasa disambut, dihargai dan diterima oleh lingkungannya sehingga perilaku manipulatif tidak terjadi.
3) Manipulatif sebagai perilaku yang dimotivasi karena distorsi kognitif
Perilaku manipulatif pasien dapat dilatar belakangi oleh banyak faktor, diantaranya adanya kesalahan kognitif. Kadang perawat merasa dimanipulasi oleh pasien, padahal sebenarnya tidak demikian, perilaku yang dianggap manipulasi oleh perawat sebenarnya merupakan perilaku yang terjadi karena adanya kesalahan logis. Ada banyak interpretasi perilaku alternatif, non-prasangka dan nonpejoratif yang biasa disebut manipulatif oleh profesional psikiatri termasuk perawat. Ancaman kemarahan, dapat dianggap sebagai penindasan sehingga menimbulkan reaksi emosional yang ekstrim. Adanya ucapan atau perkatakan perawat yang cenderung mengkritik dan penolakan permintaan sering disalah artikan oleh pasien, Apalagi pasien mengalami ketidakmampuan untuk mengekspresikan dan mengartikulasikannya dengan cara yang lebih pantas secara sosial. Beberapa pasien tidak dapat mengatur atau memodulasi respons emosional mereka sendiri, hal ini dapat memunculkan persepsi atau pemikiran pasien yang salah. Perilaku impulsif pasien dapat dianggap sebagai respons terhadap kemarahan dan ketakutan, atau reaksi emosional yang mengganggu perilaku fungsional, yang mengarah pada penghindaran, serangan, atau kontrol yang berlebihan.
Pasien dapat menunjukkan ketidakberdayaan menghadapi masalahnya, bisa saja pasien kewalahan menghadapi halusinasi, waham yang dialaminya atau keinginan bunuh diri yang kuat. Hal ini mendorong pasien untuk banyak bertanya, banyak meminta, menuntut dibantu perawat, menuntut didengarkan perawat keluh kesahnya. Kebutuhan ini sering kali menimbulkan kesalahan berpikir logis pasien, pasien tidak perhatian, tidak peduli, tidak mau mendengarkan keluh kesahnya, ketika perawat tidak menyikapinya secara bijak. Kurang tepatnya tindakan perawat, bisa memunculkan pemikiran yang digeneralisasi (semua perawat tidak peduli, semua perawat tidak mau membantu, semua perawat kasar dan galak). Pemikiran pasien yang salah ini bisa memicu seolah-olah pasien adalah manipulatif terhadap padahal tidak demikian kenyataannya. Ungkapan kebutuhan pasien akan waktu perawat mendengarkannya, perhatian dan perawatan dari perawat akan membantunya mengurangi ketegangan akibat ketidakberdayaanya menghadapi masalah yang dialami. Ekspresi ketidakberdayaan yang meningkat dalam menghadapi masalah perilaku halusinasi dan wahamnya yang sangat nyata dapat dianggap sebagai tuntutan dan penindasan, bila hal itu lebih baik dipersepsikan sebagai ekspresi kesulitan emosional pasien. Diam, menarik diri, dan perilaku pasif tidak selalu merupakan ekspresi kemarahan, meskipun dapat membuat perawat frustrasi dan mengganggu. Dan hal ini tidak selalu merupakan bentuk perilaku manipulasi pasien.
Penafsiran yang berlebihan tentang permusuhan oleh perawat dengan sendirinya dapat menimbulkan kemarahan dari pasien yang terbangun dan terbentuk secara emosional, menggerakkan siklus konflik antarpribadi. Pasien mungkin tampak kompeten secara emosional dan interpersonal, padahal pada kenyataannya mereka mungkin mengalami gejolak batin dan rasa tidak nyaman. Ketika kendali mereka runtuh dan mereka mengekspresikan ketidakberdayaan, ini mungkin terlalu mudah ditafsirkan sebagai taktik manipulatif untuk mendapatkan perhatian untuk masalah yang tidak nyata. Padahal hal tersebut tidak demikian, ini ditekankan jika pasien benar-benar tidak tahu bagaimana mengomunikasikan kesusahan mereka, menyampaikan isyarat non-verbal yang disonan, atau tidak menyadari kegagalan mereka untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi yang tampak seperti itu juga dapat mengarahkan perawat untuk mengaitkan kegagalan untuk membuat kemajuan terapeutik sebagai resistensi, motivasi yang buruk, atau bahkan komitmen manipulatif yang palsu, menipu, dan pengobatan. Implementasi Safewards dan WHO-QR dapat membuat pasien menjalin hubungan saling bantu untuk menghadapi masalahnya melalui kegiatan talk down, Mutual Help Meeting, dan Bad News Mitigations.
Penulis : Ns. Abdul Jalil, M.Kep, Sp.Kep.J
Referensi:
2. Department of Health & Human Services, Victoria (2016). Safewards Victorian Trial Final Evaluation Report. University The Melbourne
Ketentuan Umum Pendaftaran Online