Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat 1 tentang
Penyandang Cacat
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :
Menurut WHO :
Sebuah definisi yang memayungi pelemahan, keterbatasan aktivitas, dan
halangan dalam berpartisipasi. Pelemahan berarti adanya masalah yang
terjadi pada struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktivitas berarti sebuah
kesulitan yang dialami seseorang dalam melakukan tugas atau aksi, sedangkan
halangan berpartisipasi berarti sebuah masalah yang dihadapi oleh seseorang
dalam menjalani hidupnya.
Disabilitas tidak bisa dianggap sekedar masalah kesehatan. Disabilitas
adalah fenomena yang kompleks, yang mencerminkan interaksi dari tubuh seseorang
dengan masyarakat tempat ia tinggal. Mengatasi kesulitan yang dialami
orang yang mengalami disabilitas berarti membutuhkan intervensi yang bisa
menghilangkan penghalang dengan lingkungan dan kehidupan sosial yang dihadapi.
Orang-orang yang mengalami disabilitas memiliki kebutuhan yang sama atas
kesehatan dengan orang yang tidak mengalaminya, – dalam hal imunisasi, skrining
kanker, dan lainnya. Mereka juga mungkin saja kesulitan menikmati kesehatan
yang layak, bisa karena kemiskinan, ataupun pemisahan sosial, dan juga rentan
masalah kesehatan sekunder, misalnya luka akibat anggota tubuh tertekan terlalu
lama (dekubitus), atau bisa pula infeksi kandung kemih. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa orang-orang dengan disabilitas harus menghadapi rintangan dalam mengakses
layanan kesehatan dan rehabilitasi yang justru mereka butuhkan.
Jenis-jenis Disabilitas
Disabilitas memiliki beberapa jenis dan bisa terjadi
selama masa hidup seseorang atau sejak orang tersebut terlahir ke dunia.
Jenis-jenis disabilitas tersebut adalah sebagai berikut.
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi fungsi fisik
salah satu anggota badan bahkan lebih atau kemampuan motorik seseorang.
Disabilitas fisik lainnya termasuk sebuah gangguan yang membatasi sisi
lain dari kehidupan sehari-hari. Misalnya saja gangguan pernapasan dan juga
epilepsy.
Istilah disabilitas mental biasanya sering digunakan pada anak-anak yang
memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Akan tetapi tidak hanya itu
saja, disabilitas mental juga merupakan sebuah istilah yang menggambarkan
berbagai kondisi emosional dan mental. Gangguan kejiwaan adalah istilah yang
digunakan pada saat disabilitas mental secara signifikan mengganggu kinerja
aktivitas hidup yang besar, misalnya saja seperti mengganggu belajar,
berkomunikasi dan bekerja serta lain sebagainya.
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas mencakup
berbagai kekurangan intelektual, diantaranya juga adalah keterbelakangan
mental. Sebagai contohnya adalah seorang anak yang mengalami ketidakmampuan
dalam belajar. Dan disabilitas intelektual ini bisa muncul pada seseorang
dengan usia berapa pun.
Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu indera.
Istilah ini biasanya digunakan terutama pada penyandang disabilitas yang
mengacu pada gangguan pendengaran, penglihatan dan indera lainnya juga bisa
terganggu.
Disabilitas perkembangan merupakan suatu disabilitas yang menyebabkan suatu
masalah dengan pertumbuhan dan juga perkembangan tubuh. Meskipun istilah
disabilitas perkembangan sering digunakan sebagai ungkapan halus untuk
disabilitas intelektual, itilah tersebut juga mencakup berbagai kondisi
kesehatan bawaan yang tidak mempunyai komponen intelektual atau mental,
contohnya spina bifida.
Klasifikasi Penyandang Disabilitas
Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, berbagai faktor penyebab serta permasalahan kecacatan, maka jenis kecacatan dapat di kelompokkan sebagai berikut :
Penyandang Cacat Fisik
1. Tuna Netra
Berarti kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.
2. Tuna Rungu/ Wicara
Tuna Rungu, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. sedangkan Tuna Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa, mengucapkan kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara.
3. Tuna Daksa
Secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot,serta yang mengalami amputasi.
Penyandang Cacat Mental
1. Tuna Laras
Dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
2. Tuna Grahita
Sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di
bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Tuna grahita
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik :
Penyandang Cacat Mental Retardasi :
Tampang dan fisiknya normal, mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka
juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan)
membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa
menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak
tuna grahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30
s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
3. Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)
4. Tuna Ganda
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
Faktor Penyebab Penyandang Cacat Fisik :
Tuna Netra
Tuna Rungu
Tuna Daksa
Faktor Penyebab Penyandang Cacat Mental :
Tuna Laras
Tuna Grahita
Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda) :
Tuna Ganda
Dampak masalah secara umum permasalahan penyandang cacat dapat dibagi dalam dua katagori sbb :
Permasalahan yang berasal dari dalam diri penyandang cacat itu sendiri,
antara lain :
Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan
Konsep pemberdayaan yang diterapkan pada penyandang cacat disesuaikan dengan
kebutuhannya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penanganan
terhadap Penyandang Cacat, yaitu :
Pendekatan ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk
menghilangkan stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.
Pendekatan ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat
dari lingkungnya. Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
Pendekatan ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensiti/ rendah
diri atas kecacatan yang mereka derita.
Pendekatan ini menyesuaikan ruang dan waktu, dimana dan kapan pelayan sosial
dapat dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pendekatan ini mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas kemandirian
penyandang cacat, sehingga mereka mampu hidup dan mengembangkan potensi yang
dimiliki serta menghindari ketergantungan peran orang lain.
Pendekatan ini mencoba untuk meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu
masalah yang dialami oleh penyandang cacat.
Pendekatan ini mengkedepankan rasa simpati untuk membantu para penyandang
cacat untuk mengembangkan diri dan berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga
secara berlebihan yang justru semakin membatasi ruang gerak mereka.
Pendekatan-pendekatan di atas dirasa sangat cocok untuk diterapkan dalam
proses pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, karena sudah
mencakup segala aspek pola yang dibutuhkan untuk melaksanakan praktik kerja
pelayanan dan rehabilitasi.
Anak dengan Disabilitas
Kecacatan adalah suatu kondisi dimana adanya kelainan fisik dan atau mental,
yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi seseorang
untuk melakukan aktivitas secara selayaknya. Mengacu, pada pasal 1, UU RI No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak yang menyadang cacat adalah anak
yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya secara wajar.
Anak disabilitas adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus, baik dalam
ketrampilan, tumbuh kembang maupun dengan intelektualnya. Anak disabilitas
memerlukan perhatian dalam pola asuh karena tidak bisa dengan sembarangan pola
asuh dengan anak disabilitas. Dengan begitu sang anak dapat mandiri dan
dapat berpartisipasi dalam masyarakat.
Namun bukan berarti dengan status sang anak yang disabilitas dapat membuat
anda selalu memberikan keinginan sang anak. Hal tersebut justru akan membuat
sang anak menjadi tidak. Dalam pengasuhan anak disabilitas memang memerlukan
perhatian khusus, namun perhatian tersebut haruslah perhatian yang tepat sejak
dini. Oleh karena itu ada perbedaan dalam pola asuh anak disabilitas. Berikut
ini ada beberapa cara mengasuh anak disabilitas.
Mengenai kesehatan sang anak anda dapat menayakan atau berkonsultasi dengan
dokter anak, perawat atau bidan. Selain itu perhatian dari orang tua dan
keluarga akan membuat sang anak merasa bahwa ia mendapatkan kasih sayang.
Ketentuan Umum Pendaftaran Online