Apakah putra-putri ayah – ibu :
Kerap risih dengan label baju dan meminta ayah-ibu untuk mengguntingnya?
Menolak untuk masuk ke suatu lingkungan karena tidak menyukai baunya? Atau
tidak suka, bahkan menolak untuk sikat gigi?
Waktu sekolah dulu, kita dikenalkan
dengan istilah panca indera, yang terdiri dari indera penglihatan, indera
penciuman, indera pendengaran, dan indera peraba. Namun ternyata, indera yang
dimiliki manusia itu ada tujuh. Lima indera diatas mendapat rangsangan dari
ekternal, sedangkan dua indera lainnya mendapat rangsangan dari internal. Dua
indera yang dimaksud adalah indera vestibular dan indera proprioseptif.
Dengan kerjasama antar indera,
atau dikenal dengan istilah sensori integrasi, kita bisa memahami apa
yang terjadi dilingkungan dan berinteraksi dengan baik. Misalnya, ketika
bermain bulu tangkis, anak memerlukan indera propioseptifnya untuk
bekerja, memberikan informasi bagaimana posisi tubuhnya berdiri dan posisi
tangan yang menggengam raket. Anak juga memerlukan indera perabanya untuk dapat
memegang dan menggerakan raket secara tepat. Indera penglihatannya dibutuhkan
untuk membantu anak melihat dimana posisi kok. Indera vestibularnya bekerja
untuk membantu anak berdiri tegak dan menjaga keseimbangan ketika anak perlu
meloncat dan berlari.
Sensori integrasi adalah dasar dari
perkembangan berbagai ketrampilan lainnya. Bila sensori integrasi ini tidak
berkembang secara matang, maka proses belajar berikutnya pun akan terhambat.
Misalnya, sulit bagi anak untuk dapat berkonsentrasi belajar jika ia masih
terganggu dengan gesekan label baju.
SPD (Sensory Processing Disorder)
atau Gangguan Pemrosesan Sensori, sebelumnya dikenal dengan Disfungsi
Integrasi Sensorik adalah suatu kondisi yang disebabkan ketika sinyal sensorik
diterima tetapi tidak ditafsirkan secara normal oleh system saraf. Anak
dengan gangguan pemrosesan sensori kesulitan untuk dapat mengolah
informasi dari ketujuh indera tersebut. Bagi mereka, informasi yang diterima
tersebut diproses di dalam otak dengan cara yang tidak biasa, sehingga
menimbulkan kebingungan dan pada akhirnya tertampil menjadi perilaku yang
berbeda dibandingkan perilaku anak- anak lain seusianya.
Masalah sensori dapat dialami oleh
siapa saja, bahkan orang dewasa pun masih bisa mengalaminya. Masalah ini baru
dapat dikatakan sebagai gangguan, ketika dampaknya berlarut-larut dan sampai
menganggu fungsi keseharian.
Anak dengan gangguan sensoris umumnya menunjukkan gejala-gejala perilaku berikut :
Anak-anak dengan SPD bisa jadi
hipersensitif (bereaksi berlebihan pada stimulasi sensorik) atau hiposensitif
(kurang responsive pada rangsangan), atau keduanya. Setiap anak berbeda-beda,
beberapa akan bereaksi campur aduk, beberapa akan bereaksi berlebihan hanya
pada suatu hal.
Umumnya masalah sensori bisa diatasi melalui terapi sensori integrasi atau permainan sensori yang berulang. Permainan sensori pun perlu dilakukan untuk stimulasi agar perkembangan anak lebih optimal, tidak harus menunggu adanya masalah. Disinilah peran orang tua menjadi sangat penting untuk menyiapkan dan mendampingi anak saat bermain di rumah.
Ketentuan Umum Pendaftaran Online