Soerojo Hospital Soerojo Hospital Soerojo Hospital

Bio-Psiko-Sosial: Dasar Pelayanan Psikiatri

Oleh Admin Soerojo Hospital
Diposting di Artikel Agustus 9, 2022


Terminologi: biopsikososial, bagi para praktisi bidang psikiatri, merupakan dasar untuk “mengenal” seseorang dalam kondisi  gangguan jiwa dan merencanakana pengelolaannya.   Pelayanan di bidang Kedokteran Jiwa (psikiatri) meliputi ketiga aspek tersebut. Hirarki penegakan diagnosis psikiatri selalu diawali dengan pemeriksaan fisik kemudian dilanjutkan dengan aspek-aspek lainnya. Hal ini juga sesuai dengan diagnosis bidang psikiatri yang terdiri dari lima aksis yang meliputi bio-psiko-sosial. Dasar pemahaman ini menggambarkan bahwa prinsip holistik adalah hal prinsip yang harus dipegang dalam memberi pelayanan psikiatri. Semua aspek yang disebutkan diatas membentuk suatu sistem berupa segitiga sama sisi yang menggambarkan kondisi stabil, seperti sketsa diatas, dan dapat disimpulkan setiap sisi sama pentingnya. Dengan demikian terapi ideal di bidang psikiatri juga harus meliputi ketiganya.


Interaksi bio-psiko-sosial merupakan proses yang sangat panjang sehingga ketiga aspek ini ikut mempengaruhi fondasi terbentuknya kepribadian seseorang. Dalam perjalanan hidup setiap orang, karena berbagai faktor eksternal maupun internal, struktur bio-psiko-sosial dapat mengalami perubahan, sisi segitiga menjadi tidak  sama sisi lagi. Ketika kondisi ini terjadi mengandung makna bahwa seseorang dalam keadaan tidak seimbang. Walaupun dalam keadaan tidak seimbang  seseorang harus senantiasa beradaptasi dalam menjalani dinamika kehidupannya. Hasil dari adaptasi ini dapat berhasil, setengah berhasil dan gagal. Kepribadian seseorang terlihat dari bagaimana sikapnya menerima hasil dari adaptasi yang terjadi. Ada yang tetap tegar walau setengah berhasil atau gagal tapi ada juga yang merasa gagal walau berhasil. Bermacam-macam ekspresi kepribadian dapat muncul. Sesungguhnya ketika salah satu sisi dari segitiga itu  dalam keadaan melemah, secara natural ada upaya kompensasi dilakukan sisi-sisi segitiga lainnya, dalam batas tertentu, agar keseimbangan terus berlangsung. Kesulitannya adalah bahwa saat terjadi situasi tidak seimbang fenomena-fenomena yang terjadi dalam bio-psiko-sosial hanya dapat dilakukan berupa prediksi-prediksi dan kalaupun dapat dijelaskan secara kausalitas hanya sebagian saja, tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh apalagi untuk menerangkan interaksi diantara ketiganya. Fenomena biologik dapat dijelaskan sebagian, psikologi lebih  sedikit dan fenomena sosial akan lebih sedikit. Hal inilah sesungguhnya yang menjadikan pengelolaan pasien-pasien psikiatri itu membutuhkan usaha keras dan waktu yang sesuai (tidak dapat ditarget dalam waktu tertentu). Masing-masing pasien harus dikelola sesuai dengan aspek bio-psiko-sosial yang dimilikinya, walaupun ada beberapa persamaan yang umum pada semua orang.  

Secara khusus untuk fenomena psikologik ada suatu pendekatan yang dapat dilakukan yang disebut dengan istilah psikodinamik. Untuk dapat memahami pendekatan ini memerlukan pembelajaran lanjutan khusus. Tetapi, kalau boleh penulis memberi sedikit pengantar tentang  pendekatan ini adalah suatu pendekatan yang biasanya digunakan untuk memahami apa yang terjadi secara fungsional (fenomena psikologik) pada jiwa seseorang. Pengetahuan tentang psikodinamik tidak selalu mutlak diperlukan dalam keseluruhan penatalaksanaan pasien secara komprehensif, tetapi penting untuk memahami pasien secara menyeluruh dan untuk mencapai tujuan terapi agar pasien terbantu secara lebih tepat. Untuk pendekatan psikodinamik terhadap maksud dan tujuan fenomena-fenomena psikologik maka perlu memahami bagaimana jenis kepribadiannya, apa yang mendorong, aksi yang dilakukan dan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan fenomena-fenomena tersebut. Jadi pendekatan dengan psikodinamik ini menggambarkan bagaimana fenomena-fenomena psikologik itu sangat individual. Sehingga pemberian terapi yang detail harus menelusuri variabel-variabel yang membentuk psikodinamik seseorang dan tentunya variabel-variabel itu berbeda antara seorang dan seorang lainnya. Hal inilah menjadi dasar bahwa pendekatan pemberian terapi, khususnya untuk fenomena psikologik seseorang, berbeda dengan seseorang lainnya. Karena kondisi ini maka berbagai teknik terapi terus dikembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien-pasien. Jadi tidak ada satu jenis terapi tertentu dapat digunakan untuk semua fenomena-fenomena psikologik yang terjadi.                    

Perkembangan ilmu pengetahuan merambah semua ilmu pengetahuan termasuk psikiatri. Harus jujur diakui bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan yang dipelajari adalah dari luar negeri. Padahal walaupun berlabel ilmu pengetahuan, tetap saja ada pengaruh budaya, demografis dan geografis tempat ilmu itu berasal. Inilah yang menyebabkan ketika menanyakan simptom yang dari text book luar negeri ke pasien lokal akan ada kemungkinan terjadi gap language yang menyebabkan apa yang dimaksudkan tidak tersampaikan secara tepat sehingga jawaban yang didapatkan pun bukan jawaban yang didasari oleh pengertian seperti dimaksudkan bahasa aslinya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi penegakan diagnosis. Padahal tegaknya diagnosis yang tepat mendasari pengelolaan yang tepat baik secara farmakologi dan non-farmakologi.

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan psikiatri yang bertujuan juga untuk meningkatkan kualitas hasil keluaran pelayanan psikiatri. Untuk terapi farmakologis misalnya, obat-obat yang dari luar negeri. Ketika akan masuk ke dalam negeri pasti harus melalui tahapan uji klinis. Agar dapat menilai efek farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut sudah sesuai dengan kondisi anatomis dan juga kondisi lingkungan lokal. Realita, evidence base clinic, menunjukkan bahwa obat yang terbaru dan termahal sekalipun tidak menjamin pasti efektif dan efisien bagi semua pasien. Kondisi ini sesuai dengan farmakologi genetik yang menunjukkan bahwa respon tubuh seseorang akan efektif dan efisien jika obat digunakan sesuai dengan faktor genetik yang dimilikinya. Sehingga sampai sekarang, kenyataannya, obat-obat yang lama-lama masih efektif dan efisien bagi pasien-pasien tertentu. Jadi yang terpenting bukan obat lama dan obat baru tapi sesuai dengan kondisi pasien. Diantara literatur-literatur yang pernah penulis baca masih terbuka akan adanya perdebatan-perdebatan ilmiah tentang efektif dan efisiennya masing-masing obat. Perdebatan-perdebatan ilmiah ini sangat perlu untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang obat-obatan dimasa mendatang.         

Jika terapi farmakologi dengan obat harus perlu uji klinis sebelum digunakan secara lokal maka sudah seharusnya terapi non-farmakologi juga harus dilakukan uji klinis. Sebaiknya jangan ada pemikiran bahwa keamanan terapi non-farmakologi tidak perlu dipertimbangkan karena tidak akan mengancam nyawa secara langsung. Hal itu memang benar tetapi ada sisi-sisi lain yang harus juga aman yaitu psikologi, keterampilan sosial dll, seperti sketsa berikut.

Dari sketsa terlihat dengan jelas bahwa kapasitas individu seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Semua faktor-faktor itu sama pentingnya dalam mempengaruhi kapasitas individu. Memang dalam kenyataannya tidak ada individu yang memiliki semua faktor-faktor itu dominan. Masing-masing individu memiliki faktor dominan yang berbeda satu sama lain. Jika seseorang memiliki faktor dominan tertentu bukan berarti akan lebih baik atau lebih buruk dibandingkan orang lain yang memiliki faktor dominan lainnya. Semua saling melengkapi, tidak ada the one men show.  Faktor-faktor yang terlihat sketsa di atas masing-masing  masih memiliki detail-detail yang harus dikelola. Rumit kan? Ya, pasti. Dengan ini dapat dipastikan bahwa tidak ada satu terapi yang paling super dibandingkan terapi yang lain untuk mendapatkan hasil keluaran (perbaikan) yang optimal bagi smua pasien.    

Perbaikan kondisi pasien adalah tujuan utama semua pelayanan kedokteran. Jadi fokusnya adalah pasien. Berarti yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien, untuk bidang psikiatri, terutama, harus mengetahui bagaimana keadaan pasien sebelum mengalami gangguan. Dengan mengetahui kondisi pasien sebelum mengalami gangguan, terapis mempunyai ukuran yang harus dicapai (target) yaitu setidaknya mendekati kondisi sebelum mengalami gangguan. Jadi target klinis pelayan seorang invidu bukan sesuai dengan keinginan terapis tetapi sesuai kondisi “normal” pasien sebelum mengalami gangguan. Sangat tidak ilmiah jika target keberhasilan terapi seorang pasien adalah dengan mengganti   “normal”-nya pasien sebelum mengalami gangguan.

Perihal calon pemberi terapi (terapis) juga perlu jadi perhatian. Harus diingat kapasitas individu masing-masing calon terapis juga berbeda-beda. Jadi, sangat tidak bijak jika calon terapis dipaksakan harus mengikuti keinginan (tepatnya ambisi) seseorang untuk menerapkan terapi tertentu untuk semua pasien. Apa yang terbaik menurut pemikiran seseorang belum tentu terbaik buat orang lain, terutama untuk penggunnan pelayanan terapi psikiatri non-farmakologi, karena sangat tergantung psikodinamik pasien. Sebaiknya dicari calon-calon terapis yang menyenangi teknik terapi tertentu tersebut dan diterapkan kepada kondisi pasien yang sesuai. Bagaimana dasar ilmiahnya suatu teknik terapi tertentu akan berhasil jika terapisnya terpaksa melakukannya?. Jadi sangat perlu mempersiapkan calon terapis sesuai dengan kapasitas dan kenyamanan calon terapis.

Prinsip lain adalah penyesuaian bahasa dan budaya, terhadap teknik terapi dari negara lain dengan kondisi lokal. Jika jenis terapi tertentu sudah memenuhi uji klinis untuk diterapkan secara lokal, selanjutnya harus ada tim untuk merencanakan siapa-siapa calon terapis yang sesuai, mengikuti proses transfer knowledge bagi calon terapis, mengikuti pelaksanaannya dan  mengevaluasi keberhasilan dari teknik terapi tersebut sesuai indikator-indikator yang dibuat.   

Akhirnya, tentu masih banyak yang dapat dikembangkan teknik pelayanan bio-psiko-sosial dibidang psikiatri dan marilah melayani bidang  psikiatri dengan tidak melupakan prinsip-prinsip dasar seperti yang ada pada tulisan ini walaupun prinsip-prinsip ini mungkin sudah sangat kuno bagi beberapa orang yang super exellent, tapi realitanya prinsip-prinsip sederhana ini masih dibutuhkan pada tataran pelayanan psikiatri sehari-hari.

Selamat melayani.


Penulis : dr. Sabar P. Siregar, Sp.KJ

Bagikan Postingan ini