Soerojo Hospital Soerojo Hospital Soerojo Hospital

Anak penentu masa depan Bangsa, Stop tindak kekerasan terhadapnya

Oleh Admin Soerojo Hospital
Diposting di Artikel Juli 23, 2016


Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Atas dasar pertimbangan untuk melindungi anak dalam segala aspek maka dibentuk peraturan yang mengatur mengenai perlindungan anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002. Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU tentang Perlindungan Anak) anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan UU tentang Perlindungan Anak maka semua pihak baik pemerintah, orang tua, keluarga maupun masyarakat wajib memberikan perlindungan kepada anak dari segala tindakan yang akan merugikan anak.

Meskipun sudah ada peraturan yang memberikan jaminan untuk melindungi anak, namun fakta membuktikan bahwa peraturan tersebut belum dapat melindungi anak dari tindakan kekerasan. Hal ini dapat kita lihat bahwa kekerasan yang terjadi terhadap anak tiap tahun mengalami peningkatan. Akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang aksi kekerasan terjadi pada anak. Kekerasan terhadap anak-anak adalah perilaku yang bersifat tindak penganiayaan yang dilakukan orang tua atau dewasa terhadap anak-anak (usia 0 - 18 tahun, atau sepanjang mereka masih berstatus anak secara hukum).


Proses tumbuh kembang anak misalnya bertambah besar, pintar, dan lain-lain di tengah keluarga, sangat berkaitan dengan berbagai faktor yang saling melengkapi satu sama lain. Sehingga anak mampu berinteraksi dengan hal-hal di luar dirinya misal orang tua, adik-kakak, teman sebaya, tetangga, sekolah, masyarakat. Interaksi itu ditambah dengan bimbingan serta perhatian utuh dari orang tua menghasilkan berbagai perubahan, pertumbuhan, perkembangan pada anak, menyangkut fisik, psikhis, sosial, rohani, dan intelektual, pola pikir, cara pandang, dan lain sebagainya.

Seiring dengan perubahan dan tumbuh kembang, seringkali terjadi benturan ketika anak berhadapan dengan orang dewasa. Dan tidak menutup kemungkinan, bahwa dampak dari benturan itu adalah perlakuan kekerasan fisik, kata, psikhis yang  dibungkus dengan kata-kata “semuanya adalah nasehat dan didikan” kepada anak. Hal itu terjadi karena orang dewasa menganggap anak telah melawannya, bandel, tidak mau mendengarkan, keras kepala, serta telah melakukan banyak tindakan perlawanan terhadap orang yang lebih tua. Tindakan-tindakan dalam rangka upaya pendisiplinan, menuntut ketaatan tersebutlah yang menjadikan orang tua memperlakukan anak-anak secara fisik dan psikologis, sehingga berakibat penderitaan, tidak berdaya, bahkan kematian.

 Bentuk Kekerasan Pada Anak

Bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dimana lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi suami, isteri dan anak, yaitu;

  • Kekerasan fisik;


Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat;

  • Kekerasan psikis

Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;

  • Kekerasan seksual

Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi : Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetapkan dalam lingkup hidup rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu,

  • Penelantaran rumah tangga.

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Menurut Sitohang (2004), bentuk-bentuk kekerasan pada anak meliputi;

  • Penganiayaan fisik,

Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun;

  • Penelantaran anak/kelalaian,

yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya;

  • Penganiayaan emosional

yaitu ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain;

  • Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif.

Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest.



Efek Kekerasan Pada Anak

Beberapa efek dari terjadinya tindak kekerasan yang dialami anak adalah :

  • Efek dari kekerasan fisik

Kekerasan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan apabila kejadian berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama pula.

  • Efek dari kekerasan psikis

Kekerasan psikis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti kekerasan fisik. Dengan begitu, usaha untuk menghentikannya juga tidak mudah. Jenis kekerasan  ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tiba-tiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

  • Efek dari kekerasan seksual

Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari kekerasan seksual. Pada anak yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit. Pada remaja, mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah, mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan obat atau alkohol.

  • Efek dari penelantaran / kelalaian

Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh pengganti pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan dating.


Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

  1. diskriminasi;
  2. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
  3. penelantaran;
  4. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
  5. ketidakadilan; dan
  6. perlakuan salah lainnya.

Untuk itu, mari menjadi lebih peduli dengan lingkungan di sekitar kita. Segera laporkan bila terjadi tindak kekerasan pada anak; meski hal tersebut dilakukan oleh orangtuanya.

(*disarikan dari berbagai sumber)

Bagikan Postingan ini